SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
(SLE)
I.
Pengertian
Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) adalah inflamasi multisitem yang disebabkan oleh
banyak faktor (Isenberg
and Horsfall,1998) dan karakteristik oleh adanya gangguan
disgerulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan
produksi
autoantibody yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibody terhadap
dSDNA, berbagai macam ribonuklea protein intraseluler, sel-sel darah dan
fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui
mekanisme pengaktifan komplemen (Epstein, 1998).
Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit rematik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks
imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. (Sudoyo Aru, dkk 2009)
II.
Etiologi
Berikut adalah
beberapa penyebab dari SLE:
a.
Faktor genetik
Kejadian SLE yang
lebih tinggi pada kembar monizigot (25%) dibandingkan dengan kembar dizigot
(3%), peningkatan frekuensi SLE pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengan
control sehat dan peningkatan prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu,
menguatkan bahwa faktor genetic berperan dalam pathogenesis SLE.
b.
Faktor lingkungan
Yakni sinar UV yang
mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan
sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit.
Faktor fisik atau kimia:
1.
Amin aromatic
2.
Hydrazine
3.
Obat-obatan(prokainamid,
hidralazin, klorpromazin, isoniazid, fenitoin, penisilamin)
|
Faktor makanan:
1.
Konsumsi lemak jenuh yang
berlebihan
2.
L-canavanine (kuncup dari
elfalfa)
|
Agen infeksi:
1.
Retrovirus
2.
DNA bakteri atau endotoksin
|
Hormon dan estrogen lingkungan (environmental
estrogen):
1.
Terapi sulih (HRT), pil
kontrasepsi oral
2.
Paparan estrogen prenatal
|
c.
Faktor hormonal
SLE merupakan
penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan pertama kali jarang
terjadi pada usia prepurbetas dan setelah menoupose.
d.
Autoantibody
Antibody ini
ditunjukkan kepada self molekul yang terdapat pada nucleus sitoplasma,
permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti IgG dan factor
koagulasi.
e.
Infeksi virus dan bakteri juga
menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan
antibody antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan
memicu terjadinya SLE (Herfindal et al, 2000).
III.
Patofisiologi
Patofisiologi
penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut:
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu
yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan
tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya
toleransi sel T terhadap self antigen. Akibatnya muncullah sel T autoreaktif
yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi
autoantibody maupun yang berupa sel memori. Pemicu ini masih belum jelas,
sebagian diduga disebabkan oleh hormon seks, sinar UV, dan berbagai macam
infeksi.
pada
SLE, autoantibody yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama
terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon
dan non_histon. Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam
bentuk agregat protein dan kompleks protein RNA yang disebut partikel
ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesifik dan merupakan komponen
integral semua jenis sel.
Antibody
ini secara bersama-sama disebut ANA (Anti
Nuclear Antibody). Dengan antigen yang spesifik, ANA membentuk komplek imun
yang beredar dalam sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun
pada SLE terganggu. Dapat berupa
gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan komplek
imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan ini
memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun diluar sistem fagosit
mononuklear. komples imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan
akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini
menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya
reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan atau
gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura,
pleksusu, koroideus, kulit, dan sebagainya.
Bagian
yang penting dari patofisiologi ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang
dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu resisten.
IV.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik
secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise,
demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan (Hahn, 2005).
1.
Sistem musculoskeletal
Gejala yang sering muncul pada SLE ialah gejala musculoskeletal,
berupa arthritis atau artralgia (93%). yang paling sering terkena ialah sendi
interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan,
metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. selain pembengkakan dan nteri
mungkin juga terdapat efusi sendi yang biasanya termasuk kelas I (non_inflamasi),
terkadang termasuk kelas II (inflamasi). Mungkin terdapat nyeri otot dan
miositis. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur
atau rheumatoid. Nekrosis avaskular dapat terjadi pada berbagai tempat,
terutama ditemukan pada paisen yang mendapatkan pengobatan dengan steroid dosis
tinggi. Tempat yang paling sering terkena adalah kaput femoris.
2.
Sistem integument
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir
ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE
ialah lesi kulit akut, subakut, discoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak
menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak
edematous pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan
ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari
dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitiv (photo-hypersensitive). Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi
kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi discoid berkembang melalui 3 tahap
yaitu eritema, hyperkeratosis, dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak
eritematosa yang meninggi, tertutup sisik keratin disertai adanya penyumbatan
folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi
dari yang berbentuk kecil sampai besar. sering juga tampak pendarahan dan
eritema periungual.
3.
Sistem Perkemihan
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE.
Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan hematuria. Hipertensi, sindrom
nefrotik dan kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE
yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal
yaitu nefritis penyakit SLE difus dan nefritis penyakit SLE membranosa.
Nefritis pentakit SLE difus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis
biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi
ginjal sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih jarang
ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik gangguan fungsi ginjal ringan serta
perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan
pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberculosis ginjal dan sebagainya. Gagal
ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.
4.
Sistem kardiovaskular
Perikarditis merupakan manifestasi cardiac
5.
Sistem pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kaus SLE, mungkin disertai mual (muntah
jarang) diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya
mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh
peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus
yang mengakibatkan ulserasi usus.
Arteritis dapat juga menimbulkan pancreatitis.
6.
Sistem pernapasan
Efusi pleura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang
bilateral. Mungkin ditemukan sel LE. Biasanya efusi menghilang dengan pemberian
terapi yang adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan
jika faktor-faktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberculosis dan
sebagainya telah disingkirkan.
V.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Pemeriksaan darah
Leukopeni,atau limfopeni, Anemia, Trombositopenia, LED meningkat
2.
Imunologi
a.
ANA (Antibody Anti Nuklear)
b.
Anti body DNA untai ganda (ds
DNA) meningkat
c.
Kadar komplemen C3 dan C4
menurun
d.
Tes CRP (C_Reactive Protein)
positif
3.
Fungsi ginjal
a.
Kreatinin serum meningkat
b.
Penurunan GFR
c.
Protein urin (> 0,5 gram/24
jam)
d.
Ditemukan sel darah merah dan
sendimen granular
4.
Kelainan pembekuan yang
berhubungan dengan antikoagulan lupus
APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma normal
5.
Serologi VDRL
Memberikan hasil positif palsu
6.
Tes vital lupus
Adanya pita Fg 6 yang khas dan deposit Ig M pada persambungan
dermo_epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak.
ASUHAN KEPERAWATAN
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
(SLE)
A.
Data Dasar
Dalam format
pengkajian data dasar berisikan tentang identitas klien, identitas penanggung
jawab, dan data medik.
B.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Anamnesis riwayat
kesehatan sekarang difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah
dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam, anoreksia, dan
efek gejala tersebut terhadap gaya hidup, serta citra diri pasien.
C.
Riwayat kesehatan masa lalu
Menceritakan tentang
riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita klien.
D.
Riwayat penyakit keluarga
Apakah dari anggota
keluarga ada yang menderita penyakit seperti klien ( penyakit genetic atau
menular).
E.
Pemeriksaan fisik
1.
Sistem musculoskeletal
Pembengkakan
sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri saat bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2.
Sistem integument
Ruam
eritematous, plak eritematous pada kulit kepala muka dan leher. Lesi akut pada
kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pada pangkal
hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.
Sistem kardiovaskular
Friction
rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous
papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vascular terjadi
di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
4.
Sistem pernapasan
Pleuritis
dan efusi pleura.
5.
Sistem renal
Edema
dan hematuria
6.
Sitem syaraf
Sering
terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang.
Pemeriksaan fisik menggunakan empat langkah mendapatkan hasil
sebagai berikut:
1.
Inspeksi (pengamatan secara
seksama mengenai status kesehatan klien dari kepala sampai kaki). Pada klien SLE
mungkin akan ditemukan hasil antara lain:
a.
Ruam wajah dalam pola malar
(seperti kupu-kupu) pada daerah pipi dan hidung
b.
Lesi dan kebiruan diujung jari
akibat buruknya sirkulasi dan hipoksia kronik
c.
Lesi berskuama di kepala, leher
dan punggung, pada beberapa penderita ditemukan eritema dan sikatrik
d.
Luka-luka di selaput lendir dan
pharing
e.
Dapat terlihat tanda peradangan
satu atau lebih persendian yaitu pembengkakan, warna kemerahan, dan rentang
gerak yang terbatas
f.
Perdarahan sering terjadi
terutama dari mulut dan urine berwarna kemerahan
g.
Gerakan dinding toraks mungkin
tidak simetris atau tampak tanda-tanda sesak (bernapas menggunakan cuping
hidung, retrasi supra sterna, bahkan intercostals apabila terdapat gangguan
pada organ paru)
2.
Palpasi (pemeriksaan dengan
menggunakan sentuhan atau rabaan guna mengetahui ciri jaringan dan organ):
a.
Sklerosis, yaitu yaitu terjadi
pangencangan dan pengerasan kulit jari-jari tangan
b.
Nyeri tekan pada daerah sendi
yang meradang
c.
Oedema mata kaki, mungkin
menandakan hipertensi dan gangguan pada ginjal
3.
Perkusi (pemeriksaan dengan
cara mengetuk bagian tubuh tertentu untuk mengetahui reflek atau untuk
mengetahui kesehatan suatu organ tubuh, misalnya: perkusi organ dada untuk
mengetahui keadaan paru dan jantung
4.
Auskultasi (pemeriksaan dengan
cara mendengarkan, biasanya menggunakan stetoskop. Untuk mendengarkan bunyi
jantung dan paru sehingga dapat mengetahui ada tidaknya ketidaknormalan dari
pada organ.
F.
Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan darah
Leukopeni,atau
limfopeni, Anemia (Hb turun), Trombositopenia, LED meningkat
2.
Imunologi
a.
ANA (Antibody Anti Nuklear)
b.
Anti body DNA untai ganda (ds
DNA) meningkat
c.
Kadar komplemen C3 dan C4
menurun
d.
Tes CRP (C_Reactive Protein)
positif
3.
Fungsi ginjal
a.
Kreatinin serum meningkat
b.
Penurunan GFR
c.
Protein urin (> 0,5 gram/24
jam)
d.
Ditemukan sel darah merah dan
sendimen granular
4.
Kelainan pembekuan yang
berhubungan dengan antikoagulan lupus
APTT memanjang yang
tidak membaik pada pemberian plasma normal
5.
Serologi VDRL
Memberikan hasil
positif palsu
6.
Tes vital lupus
Adanya pita Fg 6 yang
khas dan deposit Ig M pada persambungan dermo_epidermis pada kulit yang
terlibat dan yang tidak.
.
ANALISA DATA
No
|
Kelompok Data
|
Analisis
|
Masalah
|
1
|
Ds:
·
Klien mengatakan kulitnya
berubah menjadi kemerahan termasuk didaerah wajah
Do:
·
Ruam wajah dalam pola malar
(seperti kupu-kupu) pada daerah pipi dan hidung
·
Lesi berskuama di kulit
kepala, leher dan punggung
·
Pengencangan dan pengerasan
kulit jari-jari tangan
|
Genetik,
kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
Peningkatan autoimin
berlebihan
Autoimun menyerang
organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Pembentukan lupus
Produksi antibody
meningkat
Pencetus penyakit
inflamasi multi organ
Perubahan fungsi
barier kulit
Ruam kupu-kupu SLE
membrane, alopesia, urtikaria dan vaskulitis urserasi dimulut dan nasofaring
Kerusakan integritas kulit
|
Kerusakan integritas kulit
|
2
|
Ds:
·
Klien mengeluh nyeri saat
bergerak dan nyeri tekan pada sendi yang meradang
Do:
·
Pembengkakan dan peradangan
sendi
·
Warna kemerahan
·
Rentang gerak terbatas
|
Genetik,
kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
Peningkatan
autoimin berlebihan
Autoimun menyerang
organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Pembentukan lupus
Produksi antibody
meningkat
Pencetus penyakit
inflamasi multi organ
Sendi
Terjadi arthritis
Terjadi inflamasi
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
|
3
|
Ds:
·
Klien mengatakan tidak nafsu
makan
Do:
·
Luka-luka di selaput lendir
dan pharing
·
Ulkus oral (mulut tampak
kotor)
·
Hb kurang dari rentang normal
|
Genetik,
kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
Peningkatan
autoimin berlebihan
Autoimun menyerang
organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Pembentukan lupus
Produksi antibody
meningkat
Pencetus
penyakit inflamasi multi organ
Hati
Terjadi kerusakan
sintesa zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh
Mual-muntah, ulkus
oral
Anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
|
4
|
Ds:
·
Klien mengatakan mengalami
keterbatasan rentang gerak pada sendinya
Do:
·
Adanya peradangan dan
pembengkakan sendi sehingga rentang gerak yang terbatas
·
Rasa kaku pada pagi hari
|
Genetik,
kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
Peningkatan
autoimin berlebihan
Autoimun menyerang
organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Pembentukan lupus
Produksi antibody
meningkat
Pencetus penyakit
inflamasi multi organ
Sendi
Terjadi arthritis
Pembengkakan efusi
dan nyeri
Aktifitas menurun
Hambatan mobilitas fisik
|
Hambatan mobilitas fisik
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
Ditandai
dengan:
·
Ruam wajah dalam pola malar
(seperti kupu-kupu) pada daerah pipi dan hidung
·
Lesi berskuama di kulit kepala,
leher dan punggung
·
Pengencangan dan pengerasan
kulit jari-jari tangan
2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan proses inflamasi/kerusakan jaringan
Ditandai
dengan:
·
Pembengkakan dan peradangan
sendi
·
Warna kemerahan
·
Rentang gerak terbatas
3.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ulkus oral sehingga nafsu makan menurun
Ditandai
dengan:
·
Nafsu makan menurun
·
Luka-luka di selaput lendir dan pharing
·
Ulkus oral (mulut tampak kotor)
·
Hb kurang dari rentang normal
4.
Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri akibat adanya pembengkakan sendi
Ditandai
dengan:
·
Adanya peradangan dan
pembengkakan sendi sehingga rentang gerak yang terbatas
·
Rasa kaku pada pagi hari
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana
Tindakan
|
Rasional
|
|
Umum
|
Khusus
|
|||
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Perubahan fungsi
barier kulit
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 3x24 jam,
kerusakan integritas kulit teratasi
|
1.
Ruam wajah pada daerah pipi dan hidung menghilang
2.
Tidak ada lesi berskuama di kulit
kepala, leher dan punggung
3.
Kulit jari-jari tangan tidak
mengeras dan kembali elastis
|
1.
Observasi kulit terhadap
adanya ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang
berlebihan, area kemerahan dan rusak.
2.
Bersihkan kulit dan lakukan perawatan
luka dengan prinsip steril
3.
Berikan pendidikan kesehatan
kepada klien dan keluarganya tentang pentingnya menjaga kebersihan kulit
sekitar luka guna mempercepat penyembuhan dan ajarkan teknik perawatannya
4.
Rujuk ke tenaga medis ahi
terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pencegahan, pengkajian,
dan penanganan luka atau kerusakan kulit
|
1.
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan
dan melakukan intervensi yang tepat
2.
Mencegah komplikasi luka dan
meningkatkan penyembuhan luka
3.
Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarganya mengenai pentingnya menjaga kebersihan kulit serta
supaya pasien lebih kooperatif
4.
Mempercepat penyembuhan
1.
|
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses inflamasi/kerusakan jaringan
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 2x24 jam,
gangguan rasa nyaman (nyeri) teratasi
|
1.
Tidak terjadi pembengkakan
dan peradangan pada sendi
2.
Warna tidak tampak kemerahan
3.
Rentang gerak normal
|
1.
Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
2.
Bantu meringankan dan
mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh
pasien dan atur imobilisasi pada daerah yang nyeri
3.
Berikan pendidikan kesehatan
kepada pasien dan keluarga mengenai penyebab dan cara mengatasi nyeri, serta
informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan
4.
Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi obat analgesic dan jika tindakan tidak berhasil
|
1. Mendeteksi dini mengenai masalah nyeri sehingga dapat dilakukan
intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut
2. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan pergerakan sendi. Imobilisasi
yang adekuat dapat mengurangi nyeri
3. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarganya mengenai faktor
pencetus dan cara mengurangi nyeri, serta supaya pasien lebih kooperatif
4. Obat analgesic adalah golongan terapi obat yang dapat mengurangi
atau bahkan menghambat timbulnya nyeri
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ulkus oral sehingga
nafsu makan menurun
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 2x24 jam, Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
|
1.
Nafsu makan meningkat
2.
Luka-luka di selaput lendir
dan pharing sembuh
3.
Ulkus oral sembuh (mulut
tampak bersih)
4.
Hb dalam rentang normal
|
1.
Pantau asupan makanan setiap
hari
2.
Bantu pasien dalam pemilihan
makanan atau cairan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
3.
Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan untuk makan
4.
Ajarkan pasien untuk tetap
menjaga kebersihan mulut
5.
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
1.
Memastikan keadekuatan pola
asupan zat gizi
2.
Membantu atau menyediakan
asupan makanan dan cairan dengan diet seimbang
3.
Lingkungan yang nyaman dapat
meningkatkan nafsu makan
4.
Kebersihan mulut dapat
meningkatkan nafsu makan
5.
Menentukan jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
|
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akibat adanya
pembengkakan sendi
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 2x24 jam,
hambatan mobilitas fisik teratasi
|
1.
Rentang pergerakan sendi
aktif dengan gerakan atas inisiatif sendiri
2.
Tidak merasakan kaku pada
saat bergerak
|
1.
Kaji mengenai rentang gerak
yang mampu dilakukan oleh pasien
2.
Ajarkan dan dukung pasien
dalam latihan ROM aktif atau pasif
3.
Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik (fisioterapi)
|
1.
Mengetahui seberapa jauh
klien dapat melakukan pergerakan guna menentukkan intervensi selanjutnya
2.
Menggunakan tubuh aktif dan
pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibilitas sendi
3.
Sebagai suatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan memepertahankan atau meningkatkan mobilitas
|
No comments:
Post a Comment