Asuhan Keperawatan SLE



SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
(SLE)

I.         Pengertian
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah inflamasi multisitem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998)  dan karakteristik oleh adanya gangguan disgerulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan
produksi autoantibody yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibody terhadap dSDNA, berbagai macam ribonuklea protein intraseluler, sel-sel darah dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003)   melalui mekanisme pengaktifan komplemen (Epstein, 1998).
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. (Sudoyo Aru, dkk 2009)

II.         Etiologi
Berikut adalah beberapa penyebab dari SLE:
a.       Faktor genetik
Kejadian SLE yang lebih tinggi pada kembar monizigot (25%) dibandingkan dengan kembar dizigot (3%), peningkatan frekuensi SLE pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengan control sehat dan peningkatan prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan bahwa faktor genetic berperan dalam pathogenesis SLE.
b.      Faktor lingkungan
Yakni sinar UV yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit.
Faktor fisik atau kimia:
1.      Amin aromatic
2.      Hydrazine
3.      Obat-obatan(prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid, fenitoin, penisilamin)
Faktor makanan:
1.      Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan
2.      L-canavanine (kuncup dari elfalfa)
Agen infeksi:
1.      Retrovirus
2.      DNA bakteri atau endotoksin
Hormon dan estrogen lingkungan (environmental estrogen):
1.      Terapi sulih (HRT), pil kontrasepsi oral
2.      Paparan estrogen prenatal

c.       Faktor hormonal
SLE merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan pertama kali jarang terjadi pada usia prepurbetas dan setelah menoupose.
d.      Autoantibody
Antibody ini ditunjukkan kepada self molekul yang terdapat pada nucleus sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti IgG dan factor koagulasi.
e.       Infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibody antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et al, 2000).

III.         Patofisiologi
Patofisiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut:
        Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen. Akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibody maupun yang berupa sel memori. Pemicu ini masih belum jelas, sebagian diduga disebabkan oleh hormon seks, sinar UV, dan berbagai macam infeksi.
        pada SLE, autoantibody yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non_histon. Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan kompleks protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesifik dan merupakan komponen integral semua jenis sel.
        Antibody ini secara bersama-sama disebut ANA (Anti Nuclear Antibody). Dengan antigen yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu.  Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan komplek imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan ini memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun diluar sistem fagosit mononuklear. komples imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan atau gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksusu, koroideus, kulit, dan sebagainya.
        Bagian yang penting dari patofisiologi ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu resisten.

IV.         Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise, demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan (Hahn, 2005).
1.         Sistem musculoskeletal
Gejala yang sering muncul pada SLE ialah gejala musculoskeletal, berupa arthritis atau artralgia (93%). yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. selain pembengkakan dan nteri mungkin juga terdapat efusi sendi yang biasanya termasuk kelas I (non_inflamasi), terkadang termasuk kelas II (inflamasi). Mungkin terdapat nyeri otot dan miositis. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau rheumatoid. Nekrosis avaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, terutama ditemukan pada paisen yang mendapatkan pengobatan dengan steroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena adalah kaput femoris.
2.         Sistem integument
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, discoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak edematous pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitiv (photo-hypersensitive). Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi discoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hyperkeratosis, dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai besar. sering juga tampak pendarahan dan eritema periungual.
3.         Sistem Perkemihan
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal yaitu nefritis penyakit SLE difus dan nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis pentakit SLE difus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberculosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.
4.         Sistem kardiovaskular
Perikarditis merupakan manifestasi cardiac
5.         Sistem pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kaus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang) diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan  ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pancreatitis.
6.         Sistem pernapasan
Efusi pleura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral. Mungkin ditemukan sel LE. Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberculosis dan sebagainya telah disingkirkan.

V.         Pemeriksaan Diagnostik
1.         Pemeriksaan darah
Leukopeni,atau limfopeni, Anemia, Trombositopenia, LED meningkat
2.         Imunologi
a.       ANA (Antibody Anti Nuklear)
b.      Anti body DNA untai ganda (ds DNA) meningkat
c.       Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
d.      Tes CRP (C_Reactive Protein) positif
3.         Fungsi ginjal
a.       Kreatinin serum meningkat
b.      Penurunan GFR
c.       Protein urin (> 0,5 gram/24 jam)
d.      Ditemukan sel darah merah dan sendimen granular
4.         Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus
APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma normal
5.         Serologi VDRL
Memberikan hasil positif palsu
6.         Tes vital lupus

Adanya pita Fg 6 yang khas dan deposit Ig M pada persambungan dermo_epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak.
ASUHAN KEPERAWATAN
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
(SLE)

A.       Data Dasar
Dalam format pengkajian data dasar berisikan tentang identitas klien, identitas penanggung jawab, dan data medik.
B.        Riwayat Kesehatan Sekarang
Anamnesis riwayat kesehatan sekarang difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam, anoreksia, dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup, serta citra diri pasien.
C.       Riwayat kesehatan masa lalu
Menceritakan tentang riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita klien.
D.       Riwayat penyakit keluarga
Apakah dari anggota keluarga ada yang menderita penyakit seperti klien ( penyakit genetic atau menular).
E.        Pemeriksaan fisik
1.      Sistem musculoskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri saat bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2.      Sistem integument
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala muka dan leher. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pada pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.      Sistem kardiovaskular
Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vascular terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
4.      Sistem pernapasan
Pleuritis dan efusi pleura.

5.      Sistem renal
Edema dan hematuria
6.      Sitem syaraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang.
Pemeriksaan fisik menggunakan empat langkah mendapatkan hasil sebagai berikut:
1.      Inspeksi (pengamatan secara seksama mengenai status kesehatan klien dari kepala sampai kaki). Pada klien SLE mungkin akan ditemukan hasil antara lain:
a.       Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) pada daerah pipi dan hidung
b.      Lesi dan kebiruan diujung jari akibat buruknya sirkulasi dan hipoksia kronik
c.       Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung, pada beberapa penderita ditemukan eritema dan sikatrik
d.      Luka-luka di selaput lendir dan pharing
e.       Dapat terlihat tanda peradangan satu atau lebih persendian yaitu pembengkakan, warna kemerahan, dan rentang gerak yang terbatas
f.       Perdarahan sering terjadi terutama dari mulut dan urine berwarna kemerahan
g.      Gerakan dinding toraks mungkin tidak simetris atau tampak tanda-tanda sesak (bernapas menggunakan cuping hidung, retrasi supra sterna, bahkan intercostals apabila terdapat gangguan pada organ paru)
2.      Palpasi (pemeriksaan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan guna mengetahui ciri jaringan dan organ):
a.       Sklerosis, yaitu yaitu terjadi pangencangan dan pengerasan kulit jari-jari tangan
b.      Nyeri tekan pada daerah sendi yang meradang
c.       Oedema mata kaki, mungkin menandakan hipertensi dan gangguan pada ginjal
3.      Perkusi (pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian tubuh tertentu untuk mengetahui reflek atau untuk mengetahui kesehatan suatu organ tubuh, misalnya: perkusi organ dada untuk mengetahui keadaan paru dan jantung
4.      Auskultasi (pemeriksaan dengan cara mendengarkan, biasanya menggunakan stetoskop. Untuk mendengarkan bunyi jantung dan paru sehingga dapat mengetahui ada tidaknya ketidaknormalan dari pada organ.

F.        Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan darah
Leukopeni,atau limfopeni, Anemia (Hb turun), Trombositopenia, LED meningkat
2.      Imunologi
a.          ANA (Antibody Anti Nuklear)
b.         Anti body DNA untai ganda (ds DNA) meningkat
c.          Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
d.         Tes CRP (C_Reactive Protein) positif
3.      Fungsi ginjal
a.          Kreatinin serum meningkat
b.         Penurunan GFR
c.          Protein urin (> 0,5 gram/24 jam)
d.         Ditemukan sel darah merah dan sendimen granular
4.      Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus
APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma normal
5.      Serologi VDRL
Memberikan hasil positif palsu
6.      Tes vital lupus
Adanya pita Fg 6 yang khas dan deposit Ig M pada persambungan dermo_epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak.


.






ANALISA DATA

No
Kelompok Data
Analisis
Masalah
1
Ds:
·      Klien mengatakan kulitnya berubah menjadi kemerahan termasuk didaerah wajah
Do:
·      Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) pada daerah pipi dan hidung
·      Lesi berskuama di kulit kepala, leher dan punggung
·      Pengencangan dan pengerasan kulit jari-jari tangan

Genetik, kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
             
Peningkatan autoimin berlebihan
                                                                                                      
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
                                 
Pembentukan lupus
                 
Produksi antibody meningkat
                                   
Pencetus penyakit inflamasi multi organ

Perubahan fungsi barier kulit

Ruam kupu-kupu SLE membrane, alopesia, urtikaria dan vaskulitis urserasi dimulut dan nasofaring

Kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit

2
Ds:
·      Klien mengeluh nyeri saat bergerak dan nyeri tekan pada sendi yang meradang
Do:
·      Pembengkakan dan peradangan sendi
·      Warna kemerahan
·      Rentang gerak terbatas
Genetik, kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
             
Peningkatan autoimin berlebihan
                                                                                                      
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
                                 
Pembentukan lupus
                               
Produksi antibody meningkat

Pencetus penyakit inflamasi multi organ

Sendi

Terjadi arthritis

Terjadi inflamasi

Gangguan rasa nyaman (nyeri)
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
3
Ds:
·      Klien mengatakan tidak nafsu makan
Do:
·      Luka-luka di selaput lendir dan pharing
·      Ulkus oral (mulut tampak kotor)
·      Hb kurang dari rentang normal
Genetik, kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
             
Peningkatan autoimin berlebihan
                                                                                                      
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
                                 
Pembentukan lupus
                 
Produksi antibody meningkat
                                   
Pencetus penyakit inflamasi multi organ


Hati

Terjadi kerusakan sintesa zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh

Mual-muntah, ulkus oral

Anoreksia

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4
Ds:
·      Klien mengatakan mengalami keterbatasan rentang gerak pada sendinya
Do:
·      Adanya peradangan dan pembengkakan sendi sehingga rentang gerak yang terbatas
·      Rasa kaku pada pagi hari
Genetik, kuman/virus, sinar UV, obat-obatan tertentu
             
Peningkatan autoimin berlebihan
                                                                                                      
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
                                 
Pembentukan lupus
                               
Produksi antibody meningkat

Pencetus penyakit inflamasi multi organ

Sendi

Terjadi arthritis

Pembengkakan efusi dan nyeri

Aktifitas menurun

Hambatan mobilitas fisik
Hambatan mobilitas fisik
                                                                                                                     
                                                                                                     



DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
Ditandai dengan:
·            Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) pada daerah pipi dan hidung
·            Lesi berskuama di kulit kepala, leher dan punggung
·            Pengencangan dan pengerasan kulit jari-jari tangan
       
2.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses inflamasi/kerusakan jaringan
Ditandai dengan:
·            Pembengkakan dan peradangan sendi
·            Warna kemerahan
·            Rentang gerak terbatas
                             
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ulkus oral sehingga nafsu makan menurun
Ditandai dengan:
·            Nafsu makan menurun
·            Luka-luka di selaput lendir dan pharing
·            Ulkus oral (mulut tampak kotor)
·            Hb kurang dari rentang normal

4.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akibat adanya pembengkakan sendi
Ditandai dengan:
·            Adanya peradangan dan pembengkakan sendi sehingga rentang gerak yang terbatas
·            Rasa kaku pada pagi hari
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Rencana
Tindakan
Rasional

Umum
Khusus
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Perubahan fungsi barier kulit
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 3x24 jam, kerusakan integritas kulit teratasi
1.   Ruam wajah  pada daerah pipi dan hidung menghilang
2.   Tidak ada lesi berskuama di kulit kepala, leher dan punggung
3.   Kulit jari-jari tangan tidak mengeras dan kembali elastis

1.   Observasi kulit terhadap adanya ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, area kemerahan dan rusak.


2.   Bersihkan kulit dan lakukan perawatan luka dengan prinsip steril

3.   Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarganya tentang pentingnya menjaga kebersihan kulit sekitar luka guna mempercepat penyembuhan dan ajarkan teknik perawatannya
4.   Rujuk ke tenaga medis ahi terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pencegahan, pengkajian, dan penanganan luka atau kerusakan kulit
1.   Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2.   Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka
3.   Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarganya mengenai pentingnya menjaga kebersihan kulit serta supaya pasien lebih kooperatif




4.   Mempercepat penyembuhan

      

1.                                 
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses inflamasi/kerusakan jaringan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 2x24 jam, gangguan rasa nyaman (nyeri) teratasi
1.   Tidak terjadi pembengkakan dan peradangan pada sendi
2.   Warna tidak tampak kemerahan
3.   Rentang gerak normal
            

1.    Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
2.    Bantu meringankan dan mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien dan atur imobilisasi pada daerah yang nyeri
3.    Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga mengenai penyebab dan cara mengatasi nyeri, serta informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat analgesic dan  jika tindakan tidak berhasil
1. Mendeteksi dini mengenai masalah nyeri sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut

2. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan pergerakan sendi. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi nyeri
3. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarganya mengenai faktor pencetus dan cara mengurangi nyeri, serta supaya pasien lebih kooperatif






4. Obat analgesic adalah golongan terapi obat yang dapat mengurangi atau bahkan menghambat timbulnya nyeri
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ulkus oral sehingga nafsu makan menurun

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 2x24 jam, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
1.      Nafsu makan meningkat
2.      Luka-luka di selaput lendir dan pharing sembuh
3.      Ulkus oral sembuh (mulut tampak bersih)
4.      Hb dalam rentang normal



1.    Pantau asupan makanan setiap hari

2.    Bantu pasien dalam pemilihan makanan atau cairan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
3.    Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan

4.    Ajarkan pasien untuk tetap menjaga kebersihan mulut
5.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
1.    Memastikan keadekuatan pola asupan zat gizi
2.    Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan dengan diet seimbang

3.    Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan nafsu makan

4.    Kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan

5.    Menentukan jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akibat adanya pembengkakan sendi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien selama 2x24 jam, hambatan mobilitas fisik teratasi
1.      Rentang pergerakan sendi aktif dengan gerakan atas inisiatif sendiri
2.      Tidak merasakan kaku pada saat bergerak
1.   Kaji mengenai rentang gerak yang mampu dilakukan oleh pasien




2.   Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif




3.   Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)
1.      Mengetahui seberapa jauh klien dapat melakukan pergerakan guna menentukkan intervensi selanjutnya
2.      Menggunakan tubuh aktif dan pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibilitas sendi
3.      Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan memepertahankan atau meningkatkan mobilitas
                                                                                                            


No comments: