Aku : Aku merasa hampa! Hidupku nggak berarti!
Saya : Hmm, boleh tahu kenapa kamu merasa seperti itu?
Aku : Tolong jangan ganggu, aku lagi pengen sendiri!
Saya : Okey, tapi kamu sudah makan?
Aku : Untuk apa makan! Nggak ada gunanya.
Saya : Apa yang bisa membuatmu merasa lebih baik?
Aku : Andai ada yang bisa begitu.....Ah, sudah, aku capek!
Saya : Okey, mungkin kamu memang sedang benar-benar butuh sendiri
Aku : Iya benar!
Saya : Tapi, kalau boleh, aku ingin tanya satu hal penting, Boleh?
Aku : (Hanya diam dengan kepala tertunduk)
Saya : Kamu sudah mandi?
Aku : Grr.... itu penting, ya?!!!?
Saya : Oh, maaf kalau bikin kamu merasa marah lagi.
Aku : Kamu bisa apa? Bisanya hanya nanya, Saat aku lagi hampa gini, malah bercanda, Nggak lucu!
Saya : Sama sekali nggak bermaksud mencandai kamu, hanya ingin memastikan kamu sudah makan dan mandi.
Aku : Kamu aneh, untuk apa makan dan mandi kalau hidupku nggak berarti?
Saya : Masing-masing orang mungkin berbeda. Bagimu mungkin makan dan mandi bukan hal penting. Tapi ingat bahwa saya juga bagian dari dirimu. Kamu tidak bisa membuang seluruh bagian dirimu ketika hanya satu sisi dirimu yang tidak bahagia atau yang kamu sebut hampa itu.
Aku : Oh...oh....
Saya : Maaf, saya sama sekali nggak berdebat., Saya adalah bagian dari dirimu yang tetap ingin melihatmu tersenyum. Bila orang yang berbuat salah padamu, bila ada sesuatu yang tidak menyenangkan, itu kan bukan salah dirimu seutuhnya. Jangan dirimu sedemikian rupa.
(Seperti biasa, Aku memang sangat egois dan lebih banyak tidak rasional. Saya selalu berusaha mendamaikan Aku)
Hal ini memang sering terjadi, dalam percakapan internal Aku dan Saya, sering terjadi konflik seperti ini, dan biasanya diri Aku yang "memenangkan pertandingan". Namun, perlu kita ingat bahwa di dalam diri kita ada Saya yang selalu berusaha menghormati diri dan melakukan apa yang bisa dilakukan demi kebaikan serta kebahagiaan. Semakin seseorang marah, semakin dia tidak logis. Diri logis kita mungkin berusaha mendamaikan keadaan, tapi emosi negatif biasanya unggul. Nah tantangan kita bersama utnuk melatih "otot jiwa" kita agar bisa melatih Aku dengan realitas Saya.
" Engkau bisa sehebat sekarang karena engkau dibentuk oleh masalah-masalah dalam hidup. Kalau dari dulu nyaman-nyaman saja, engkau tidak akan setegar sekarang"
" Pola pikir yang benar akan melihat masalah sebagai penghasil kekuatan jiwa, bukan penghancur"
Kunjungi juga motivasi kami lainnya: